Perkembangan teknologi dan pengetahuan yang semakin luas
akhir-akhir ini mau tidak mau mempengaruhi kita dalam soal bahasa, khususnya
bahasa Indonesia baku yang semakin terpengaruh oleh budaya asing. Bahkan terkadang
frasa “bahasa Indonesia” akhir-akhir ini sering sekali disingkat-singkat,
khususnya oleh kaum muda. Misalnya “dah ngerjain tugas BI gak?”. Memang agak
sulit untuk menerapkan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan
kaidah EYD ( ejaan yang disempurnakan).
Bahasa
adalah isyarat komunikasi yang terkadang bersifat dinamis. Jika kita lihat
sejarah bahasa Indonesia pada zaman dahulu dimana huruf “oe”,”dj”,”j” diganti
dengan “u”,”j” dan “y”. Juga istilah
“download” dari bahasa Inggris yang diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi “
unduh” itu pun baru disahkan pada tahun 2001 seiring dengan perkembangan
teknologi informasi.
Lalu
pertanyaan selanjutnya, apakah perkembangan bahasa Indonesia menjadi lebih baik
atau semakin tidak jelas arahnya. Menurut pandangan saya Bahasa Indonesia
semakin banyak disisipi oleh bahasa asing, yang dimana bahasa asing tersebut
memang agak sulit atau agak janggal jika disebutkan dalam bahasa Indonesia.
Misalkan menurut Inpres tahun 2001 tentang penggunaan komputer dengan aplikasi
bahasa Indonesia: folder dalam bahasa Indonesia diartikan pelipat. Memang jika
diartikan secara langsung kata “fold” yang berarti lipat dan “er”yang merupakan
imbuhan untuk pelaku menyebabkan arti pelipat.
Atau hyperlink yang diartikan hipertaut. Agak aneh memang. Mungkin itu
salah satu sebabnya orang jadi malas mengucapkan bahasa Indonesia yang benar
sesuai arahan pemerintah. Namun kesamaran dalam penggunaan bahasa Indonesia
tidak bisa disalahkan begitu saja, itu juga disebabkan pemaksaan penerjemahan
dari bahasa asing menjadi bahasa Indonesia baku.
Bagaimana
selanjutnya langkah-langkah untuk memperbaiki hal tersebut? Harus dibiasakan
kembali pengucapan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Anak-anak sedari dini
harus dibiasakan mengucap bahasa Indonesia sesuai EYD. Saya sebenarnya agak
miris juga melihat para pemimpin negeri ini yang malah memberi contoh yang
kurang baik. Misalnya pada pidato kenegaraan, bapak Presiden malah banyak
mencampur-adukan istilah bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia. Saya iri
melihat presiden China misalnya yang sangat percaya diri berpidato dengan
bahasa Mandarin. Ini sebaiknya yang juga dicontoh oleh pemimpin Negara. Pidato
kenegaraan menjadi salah satu cara promosi yang efektif di dunia Internasional.
Padahal oleh Negara lain bahasa Indonesia termasuk dalam bahasa penting di
dunia karena dipakai oleh 10% lebih dari jumlah penduduk dunia. Bahkan di
Negara tetangga seperti Australia yang
saya ketahui ada mata kuliah Bahasa Indonesia. Sudah seharusnya kita memberdayakan
bahasa Indonesia tanpa mengurangi tingkat pengetahuan bahasa asing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar